Momen Ramadan yang Tak Terlupakan

Setiap bulan Ramadan datang, biasanya menghadirkan cerita, pengalaman, dan kesan tersendiri bagi masing-masing orang. Bahkan ada kisah yang tak terlupakan karena terjadi di bulan penuh berkah ini. Bagi saya sendiri momen Ramadan yang tak terlupakan lebih banyak dialami ketika masih masa anak-anak.

Momen Ramadan yang Tak Terlupakan



Kenangan Ramadan yang Tak Terlupakan

Dulu saya tinggal di perumahan TNI AU yang berada di Kota Bandung. Seperti komplek ABRI pada umumnya, warga komplek memiliki agama dan suku yang beragam. Meskipun begitu, kami selalu rukun dalam bertetangga dan saling menghormati tradisi agama masing-masing. Termasuk dalam menyikapi datangnya bulan puasa.

Tidak semua warga komplek ikut menjalankan ibadah puasa. Tetapi kegiatan selama puasa seringkali dimeriahkan oleh hampir semua warga komplek. Saya dan beberapa teman nonis tetap bermain bersama di bulan Ramadan. Usai makan sahur, anak-anak komplek berkumpul di lapangan yang ada di depan komplek.

Bermain Permainan Tradisional

Lapangan yang berada tepat di depan rumah saya, selalu ramai usai shalat subuh. Kami bermain bersama seperti main lompat tali karet, petak umpet, kejar-kejaran, main sepeda, atau main galah asin. Ada yang tahu permainan galah asin, sorodot gaplok, atau lompat tali karet? Ya, semua itu permainan tradisional yang masih dimainkan oleh saya dan teman-teman.

Inti permainan galah asin adalah menghadang lawan supaya tidak bisa lolos melewati garis ke baris terakhir. Hal ini dilakuka secara bolak balik dan untuk bisa menang, seluruh anggota kelompok harus secara lengkap bolak balik dalam area lapangan yang ditentukan.

Sedangkan sorodot gaplok itu permainan yang menggunakan batu. Dalam bahasa Sunda, sorodot itu artinya meluncur. Gaplok berarti tamparan. Jadi sorodot gaplok itu permainan meluncurkan batu yang diarahkan pada tumpukan batu, sehingga menimbulkan bunyi 'plok' seperti bunyi tamparan. Permainan ini dilakukan secara berkelompok. Secara bergantian pemain membawa batu di atas punggung kaki, lalu dilemparkan ke arah tumpukan batu yang ada di garis finish.

Kalau dipikir-pikir, saya cukup beruntung karena masih bisa memainkan permainan tradisional bersama teman-teman. Berbeda dengan generasi anak saya sekarang. Menghadapi waktu menjelang berbuka puasa, anak-anak lebih banyak magernya. Mereka lebih senang bermain dengan ponselnya. Padahal lebih asyik bermain bersama-sama dengan teman, bukan?

Takbiran Keliling Kota

Aktivitas takbiran keliling kota untuk saat ini memang sudah dilarang oleh pemerintah. Karena ternyata banyak menimbulkan mudharatnya daripada manfaatnya. Beberapa tahun belakangan ini, kegiatan takbiran keliling kota malah menimbulkan keresahan di masyarakat. Apalagi di kota saya, banyak anak muda yang bergabung dalam geng motor. Nah, mereka inilah yang suka bikin resah masyarakat lainnya.

Padahal dulu semua menyenangkan. Semua pengguna jalan menjaga ketertiban berkeliling meneriakkan takbir. Saya ingat dulu bersama teman-teman satu komplek berkeliling kota menggunakan mobil bak terbuka Land Rover. Menikmati suasana malam kota Bandung yang masih asri dengan udaranya yang segar. Lantunan takbir bersahutan di sepanjang jalan membuat momen Ramadan ini menjadi kenangan yang tak terlupakan.

Mudik ke Rumah Nenek

Menjelang hari Raya, biasanya bapak dan ibu melakukan persiapan mudik ke kampung halaman mereka. Kadang saya dan adik-adik merasa enggan mudik ke kampung halaman orang tua kami di saat masih bulan puasa. Kami lebih senang mudik setelah hari raya atau pas hari Lebaran. Mengapa begitu? Karena puasa di kampung halaman itu, perasaan waktunya lebih panjang. Bila biasanya kami sahur satu jam sebelum adzan Subuh, kalau di rumah simbah, kami sahur jam 1 atau jam 2 malam. Tuh, kebayang, kan? Puasanya jadi lebih lama hahaha ...

Keluarga bapak dan ibu sama-sama keluarga besar. Bapak memiliki 7 saudara, sedangkan ibu merupakan 9 bersaudara. Untungnya rumah simbah besar, jadi anak, menantu, dan cucu bisa cukup bersama dalam satu rumah. Tapi tetap saja, ketika berkumpul terbayang ramainya suasana rumah simbah. 

Semua momen Ramadan itu sekarang tinggal kenangan saja. Semenjak simbah meninggal, rumah besar itu pun kini lengang. Hanya sesekali saja, beberapa anggota keluarga yang berkunjung ke sana. Sekarang kalau lebaran, keluarga kami mengunjungi saudara ibu yang tertua yang berada di kota lain. Ya, momennya gak sama lagi kayak dulu, deh!

Meskipun momen Ramadan udah gak sama lagi seperti yang dulu, tapi Ramadan tetap menjadi momen yang dirindukan. Bulan suci yang penuh berkah. Waktu yang tepat untuk kita melakukan kebaikan sebanyak-banyaknya. Mengingat setiap kebaikan akan mendapat pahala yang berlipat ganda.
Bagaimana dengan momen Ramadan sobat? Apakah ada kenangan yang tak terlupakan? Sharing, yuk!

Have a Nice Day

Posting Komentar

0 Komentar